Eling, pernah hidup dari sisa-sisa daun kol yang membusuk, juga pernah hidup bercinta dengan perempuan yang dinamai, atau menamakan diri, Kawi. Eling, yang namanya juga tak begitu dikenali secara lengkap oleh Kawi, pernah hidup kaya, terkenal, dan menjadi juragan. Saat itulah Eling ingin membalas budi kepada Kawi, dengan sebutan terhormat menjadi Dewi Kawi, namun ia tak bisa menemukan jejaknya. Apakah Dewi Kawi sudah meninggal dunia, ataukah hidup dalam kemiskinan, atau juga beranak cucu seperti dirinya, atau gila, atau yang lain lagi? Eling ragu : apakah perempuan itu pernah ada benar-benar dalam hidupnya? Apakah ia benar-benar mencintai? Apakah sebenarnya semua ini bukan khayalannya sendiri, rekontruksi pikirannya, kenyataan baru yang diciptakan-dan karena ia seorang yang sukses, kisahnya dianggap kebenaran. Sedemikian sering ia membayangkan, dan mempertanyakan, sedemikian banyak kisah terciptakan. Sehingga adegan bertemu sebelum berpisah dengan Kawi dalam gerimis pun, bisa menjadi berbagai versi. Dan Eling tak tahu pasti bagian mana yang benar-benar dialami-kalau benar mengalami. Bagi Eling, kenyataan atau kebenaran ternyata bukan apa yang dialami, atau dialami bersama orang lain, melainkan juga bisa yang diciptakan kembali, dibentuk kembali, dan kemudian dipercaya bersama orang lain. Seperti iklan atas produk yang dihasilkan, yang berasal dari sisa daun kol atau sisa apa saja. Arswendo Atmowiloto, menyelesaikan novel pendek ini hampir bersamaan dengan ketika menuliskan Horeluya, Blakanis, 3 Cinta 1 Pria, Kau Memanggilku Malaikat, sejumlah kolom tetap di koran, sejumlah skenario, bersama istri, anak-menantu, dan lima cucu. "Umur saya 60 tahun, tapi kalau memakai rekontruksi model Dewi Kawi, saya sebenarnya baru 15 tahun, kalau perhitungan dimulai saat keluar dari penjara."
1374/F/SMP/11 | F/ATM/d | Perpustakaan Gd. F (RAK 1 SMP) | Available |
Publisher
GPU :
Jakarta.,
2008
Collation
136 hlm.; 20 cm.
Statement of Responsibility
by Arswendo Atmowiloto
No other version available